OLEH
:
S.R. NOVIYANTI
LUFNA
FAUZIA
CAHYANING SEKAR DEWI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
Al Qur’an surat Al Baqarah:30 dijelaskan bahwa Allah swt menciptakan manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini. Menjadikan manusia sebagai makhluk yang
mulia, yang bertakwa, pemimpin diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.Sebagai
makluk yang diberi amanah oleh Allah swt, manusia harus bisa menjaga amanah
tersebut, dan mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan oleh Allah
padanya.Sebagai pemimpin manusia, pemimpin negara, bahkan pemimpin bagi keluarganya.
Tanggung
jawab pemimpin sangatlah besar, sangat besar bahayanya apabila mereka
melalaikan amar ma’ruf nahi munkar, karena mereka memiliki wewenang dan
kekuasaan. Mereka memiliki kekuatan untuk memberlakukan apa yang mereka
perintahkan dan mereka larang, dan memaksa manusia untuk melaksanakannya.
Rasulullah
saw bersabda “Orang-orang yang bisa diatur oleh kekuasaan lebih banyak daripada
yang bisa diatur dengan Al-Qur’an” (disebutkan oleh Ibnu Al Atsir dalam
An-Nihayah), yaitu banyak manusia yang tidak terpengaruh dengan nasihat dan
petunjuk sehingga mereka tidak takut untuk menyalahi dan tidak tunduk kepada
kebenaran, sementara mereka merasa takut jika seorang penguasa mengacungkan
tongkat dan menghunuskan pedangnya.
Jika
seorang pemimpin tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka para pelaku
maksiat akan semakin berani dan bersemangat untuk menyebarkan kejahatan dan
kerusakan.
Allah
swt berfirman dalam Al Qur’an surat Al Hajj:41 “(yaitu) orang-orang yang jika
kami berikan kedudukan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, dan menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.” Jika seorang pemimpin melalaikan kewajiban
yang agung ini, maka dia telah mengkhianati amanah yang diembankan padanya.
Dan
bencana yang paling mengerikan adalah bergelimangnya para penguasa yang
menyalahi syari’at, dalam QS. Al-Qasas:41 dijelaskan, “Dan kami jadikan mereka
para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka, dan pada Hari Kiamat mereka
tidak akan ditolong.”
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian yang telah kami jelaskan diatas, kita akan bahas masalah ini dari segi:
a.
Bagaimanakah
menjadi seorang pemimpin yang baik dalam pandangan Islam dan sunah Rasulullah
saw?
b.
Sejauh
mana batas ketaatan kita pada pemimpin?
c.
Bagaimana
sikap kita dalam menghadapi pemimpin yang dzalim?
d.
Bagaimana
korelasi antara kepemimpinan dengan dunia pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS
TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN DAN SYARAH HADITSNYA MENURUT PARA ULAMA
A. SETIAP MUSLIM ADALAH PEMIMPIN
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الْأَعْظَمُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ
رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ
زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ
عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah ra’in dan setiap
kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang
berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya.
Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan
ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait
suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang
adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut.
Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang
ra’iyahnya."
(HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no.
4701 dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)
Makna ra’in adalah seorang penjaga, yang diberi
amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang ada
dalam penjagaannya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang
dapat memberi maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya. (Al-Minhaj 12/417,
Fathul Bari, 13/140)
Berdasarkan makna ra’in di atas, berarti setiap orang memegang amanah,
bertindak sebagai penjaga, dan kelak ia akan ditanya tentang apa yang
diamanahkan kepadanya. Seorang pemimpin manusia, sebagai kepala negara ataupun
wilayah yang lebih kecil darinya, merupakan pemegang amanah dan bertanggung
jawab terhadap kemaslahatan rakyatnya dan kelak ia akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Begitu pula seorang suami sebagai kepala rumah tangga, ia
memegang amanah, sebagai penjaga serta pengatur bagi keluarganya dan kelak ia
akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
Berikutnya seorang istri, selaku pendamping
suami, ia memegang amanah sebagai pengatur urusan dalam rumah suaminya berikut
anak-anak suaminya dan ia pun kelak akan ditanya tentang pengaturannya dan
tentang anak-anaknya.
B. PEMIMPIN PELAYAN MASYARAKAT
و عن ا بي يعلى معقل بن يسا ررضي ا لله
عنه قا ل : سمعت رسول ا لله صل الله عليه وسلم يقول: ما من عبد يسترعيه ا لله رعية
, يموت يوم يموت وهوغا ش لرعيته , الا حرم ا لله عليه ا لجنة (متفق عليه)
Dari
Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar RA,ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW, “
Tidaklah seorang hamba yang diberi kepercayaan memimpin rakyatnya oleh Allah
SWT, dan ia mati dalam keadaan menipu rakyat, melainkan Allah haramkan surga
untuknya.”(HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan,”Seorang
pemimpin yang tidak menjaga kepemimpinannya dengan nasihat, maka ia tidak akan
mendapat wanginya surga.”
Dalam riwayat Muslim dikatakan,”
Seorang penguasa yang menguasai urusan umat Islam, sedang ia tidak
memperhatikan dan memberi nasihat, pasti ia tidak akan masuk surga bersama
mereka.”
عن عا ءشة رضي ا لله
عنها قا لت : سمعت رسول لله صل ا لله عليه وسلم يقول في بيتي هذا: ا للهم من ولي
من ا مرا متي شيءا, فشق عليهم فا شقق عليه , ومن ولي من ا مرا متي شيءا, فرفق بهم
فا رفق به (رواه مسلم)
Dari Aisyah RA, ia berkata,” Saya mendengar
Rasulullah SAW berdoa di rumahku ini, “ Ya Allah, siapa saja yang diberi
kekuasaan mengurusi umatku kemudian ia menyengsarakan mereka, maka persulitlah
ia. Dan siapa saja yang diberi kekuasaan , kemudian ia mempermudah mereka, maka
mudahkanlah ia.”(HR. Muslim).
Rawi hadits : Muslim
Derajat hadits : Sahih
Maksud hadits : Seorang
penguasa yang membuat susah kaum muslimin, maka Rasulullah saw memohon kepada Allah
semoga
orang itu diberi
balasan kesusahan di dunia ini dan di akhirat.
Hukumnya : Penguasa yang membuat susah umat Islam
adalah haram perbuatannya. C.BATAS KETAATAN
KEPADA PEMIMPIN
وعن ا بن عمررضي ا لله
عنهما, عن ا لنبي صل لله عليه وسلم قا ل:على ا لمرء ا لمسلم ا لسمع والطا عة فيما
ا حب وكره, ا لا ا ن يؤمربمعصية, فا ذ ا ا مربمعصية فلا سمع ولا طا عة (متفق عليه)
Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi saw,
beliau bersabda,” Seorang muslim wajib mendengarkan dan menaati perintah
yang disukainya maupun yang tidak. Kecuali bila ia diperintah mengerjakan
kemaksiatan, maka ia tidak boleh mendengar dan menaati.” (HR.Bukhari dan Muslim)
عنه قا ل : كنا اذا با
يعنا رسول ا لله صل ا لله عليه وسلم على ا لسمع والطا عة يقول لنا : فيما ا ستطعتم
(متفق عليه)
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “
Ketika kami berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah saw untuk selalu
mendengar dan taat, beliau berkata kepada kami, “sebatas kemampuanmu”
(HR.Bukhari dan Muslim)
وعن ا نس رضي ا لله عنه
قا ل : قا ل رسول لله صل ا لله عليه وسلم :ا سمعوا وا طيعوا, وا ن ا ستعمل عليكم عبد
حبشي, كا ن را سه زبيبة ( روا ه ا لبخا ري )
Dari Anas RA, ia berkata, “
Rasulullah saw bersabda, ‘Dengarkanlah oleh kalian dan taatilah! Walaupun yang
memimpinmu adalah seorang budak Habsyi yang bentuk kepalanya seperti biji
anggur’.” (HR. Bukhari)
وعن ا بي هريرة رضي ا
لله عنه قا ل: قا ل رسول ا لله صل ا لله عليه وسلم : عليك ا لسمع وا لطا عة في
عسرك ويسرك ومنشطك ومكرهك وا ثرة عليك ( روا ه مسلم )
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda, “ Hendaklah kalian selalu mendengar dan taat
kepada penguasa, baik kamu dalam kondisi kesulitan, lapang, cinta maupun benci,
walaupun ia tidak mempedulikan kamu” (HR. Muslim)
Maksud hadits adalah kamu dalam
kefakiran atau berkecukupan. Adapun kata منشطك
ومكرهك و artinya baik terhadap sesuatu yang kamu
cintai ataupun yang kamu benci, maksudnya sesuai dengan keinginanmu atau tidak sesuai
dengan keinginanmu selama bukan dalam hal maksiat. Jika tidak demikian maka
tidak wajib menaatinya.
Yang dimaksud dengan kata وا
ثرة adalah khusus
dalam urusan dunia, artinya hendaklah kalian menaati walaupun para pemimpin
memfokuskan diri pada masalah dunia serta hak-hak kalian tidak terpenuhi.
Hadits riwayat Ibnu Abbas ia
berkata:
عن ا لنبي صلى ا لله
عليه وسلم قا ل من كر ه من ا ميره شيءا فليصبرفا نه من خرج من ا لسلطا ن شبرا ما ت
ميتة جا هلية .
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
yang tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya, hendaklah ia bersabar. Karena
sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jama’ah walau sejengkal lalu ia
mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyah. “
Keterangan hadits :
Barang siapa yang tidak menyukai
sesuatu pada pemimpinnya dalam urusan agama, maka hendaklah ia bersabar
terhadap yang dibencinya itu dan tidak perlu keluar untuk patuh kepada pemimpin.Lalu
ia mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyah: Menjelaskan tentang bentuk
dan keadaan kematian yang akan dilaluinya, yakni “seperti matinya kaum jahiliyah
karena sesat dan terpisah dengan pemimpinnya, mereka tidak mempunyai pemimpin
yang harus ditaati.” Di dalam Hadits ini seorang pemimpin tidak perlu dijauhi
hanya karena kefasikannya, karena menjauhinya justru akan menimbulkan bencana,
pertumpahan darah, dan mencerai beraikan visinya. Bahaya yang diakibatkan
menjauhi pemimpin lebih besar daripada manfaatnya.
BAB III
LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI
LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI
Korupsi merupakan salah satu bentuk
perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental atau akhlak suatu bangsa
yang bisa dikenakan tindak pidana sebagaimana hukumannnya.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 188 Allah SWT berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا
فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
“Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui."
Hadits
riwayat Abu Harairah , ia berkata: Suatu hari Rasulullah saw berdiri di
tengah-tengah kami, lalu beliau menyebutkan masalah pengkhianatan (mencuri
harta rampasan perang sebelum dibagikan) sampai membesarkan pelaku serta
perkaranya. Kemudian beliau bersabda, “ Pada hari Kiamat, aku akan menjumpai
seorang dari kamu yang datang dengan seekor kambing yang mengembik di lehernya,
seekor kuda yang mendengus di lehernya. Ia berkata,’Wahai Rasulullah, tolonglah
aku!’ maka aku menjawab,’Aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu karena aku
telah menyampaikan peringatan kepadamu. Pada hari Kiamat, aku juga akan
menjumpai seorang dari kamu datang dengan seekor unta yang melenguh di
lehernya. Ia berkata,’Wahai Rasulullah, tolonglah aku!’ maka aku menjawab,’Aku
tidak bisa berbuat apa-apa untukmu karena aku telah menyampaikan peringatan
kepadamu. Pada hari Kiamat, aku pun akan menjumpai seorang dari kamu datang
membawa emas dan perak di lehernya. Ia berkata,’Wahai Rasulullah, tolonglah
aku!’ maka aku menjawab,’Aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu karena aku
telah menyampaikan peringatan kepadamu. Pada hari kiamat, aku juga akan
menjumpai seorang dari kamu datang dengan sepotong kain yang berkibar-kibar di
lehernya. Ia berkata,’Wahai Rasulullah, tolonglah aku!’ maka aku menjawab,’Aku
tidak bisa berbuat apa-apa untukmu karena aku telah menyampaikan peringatan
kepadamu.”
A.
LARANGAN MENYUAP (RISYWAH)
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي
الله عنهما قال:
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيْ وَالْمُرْتَشِيْ
(رواه أبو داود والترمذي وصحّحه)
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a.
berkata Rasulullah melaknat penyuap dan yang diberi suap”. (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
Hadist tersebut diriwayatkan pula
oleh Ahmad dalam kitab al-Qadha, oleh Ibnu Majah dalam al-Ahkam, dan oleh
At-Tabrani dalam as-Shagir.Kata al-Haitami, para perawinya orang-orang yang
terpercaya. Penyusun kitab Subulussalam menyebutkan hadist ini dalam bab riba,
karena sesungguhnya kutukan kepada orang tersebut memberikan pengertian bahwa
pengambilan harta orang lain itu menyerupai riba.
Kata suap yang dalam bahasa Arab
disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong,
mengambil hati”Banyak yang memberikan definisi tentang suap ini sehingga
menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap, seperti uraian berikut:
1. Suap adalah sesuatu yang
diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat
menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun
harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang
diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2. Suap adalah sesuatu yang diberikan
setelah seseorang meminta pertolongan secara kesepakatan.
3. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksloitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksloitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
4. Suap adalah sesuatu yang
diberikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberi hukuman dengan
cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau supaya berbuat dzalim.
5. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
5. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
v UNSUR-UNSUR SUAP
Di atas telah dikemukakan beberapa
versi tentang definisi suap, maka di sini dapat digarisbawahi bahwa unsur-unsur
suap adalah sebagai berikut:
Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu
dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka
melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik
berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.
Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa
untuk mencapai tujuannya.
Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima.
Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima.
v
MACAM-MACAM
SUAP
a. Suap
untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
Halal itu jelas, haram itu jelas.Hak
itu kekal dan batil itu sirna.Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi
kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku
kejahatan tertutupi dan terlindungi.Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk
menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b.Suap
untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksa harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya.
Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksa harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan,
siapakah yang berdosa apabila terjadi kasus suap-menyuap seperti itu?Yang
menyuap atau yang menerima suap?Ataukah keduanya?Dalam hal ini ada dua
pendapat:
Pertama, menurut jumhur ulama, yang
menanggung dosa hanya penerima suap. Kedua, menurut Abu Laits as-Samarqandi
berkata, “Dalam kasus seperti ini (suap untuk mencegah kedzaliman) tidak ada
masalah jika seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain demi mencari
kebenaran.”
Korupsi baik terhadap umum maupun
milik Negara yang dianggap sebagai perbuatan salah/curang diharamkan dalam
Islam dan diancam dengan adzab akhirat. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 161 :
وَمَا كَانَ النَّبِيُّ أَنْ يَغُلَّ
وَمَنْ يَغْلًُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ
نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ.
“Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya.”
B.
LARANGAN BAGI PEJABAT UNTUK MENERIMA HADIAH
Terdapat hadist Nabi yang datang
dari Abu Humaid Assa’id r.a berkata, “Rasulullah mengangkat seorang pegawai
untuk menerima sedekah/zakat, kemudian setelah selesai ia datang kepada Nabi
SAW dan berkata, “Ini untukmu dan ini untuk hadiah yang diberikan orang
kepadaku.”Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Mengapa anda tidak duduk saja di
rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh
orang)? “Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahud memuji
Allah selayaknya, lalu bersabda,
“Amma ba’du, mengapakah seorang
pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, ini hasil untuk
kamu dan ini aku diberi hadiah. Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau
ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak, Demi Allah yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi)
melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika
berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka
sungguh aku telah menyampaikan. Abu hamid berkata, “Kemudian Nabi SAW mengangkat
kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”(HR. Bukhari
dan Muslim).
Hadist di atas dalil tentang
haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu
merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau
kekuasaannya.
C.SYARAH
HADISTNYA
Hadits
di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta
di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang
menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji)
untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul.(korupsi)”.
Asy-Syaukani
menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi
pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah
ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu
adalah ghulul (korupsi).
Dalam
hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud.Ini
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada
dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang
menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya.Misalnya, tugas mengumpulkan
zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat
menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan
tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.
Dengan demikian, kapan di mana saja,
suap akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak, dengan demikian,
larangan Islam untuk menjauhi suap tidak lain agar manusia terhindar dari
kerusakan dan kebinasaan di dunia dan disiksa Allah SWT kelak di akherat. Sangat
disayangkan, suap menyuap dewasa ini sudah menjadi penyakit menahun yang sangat
sulit untuk disembuhkan, bahkan disinyalir sudah membudaya, segala aktivitas, baik
yang berskala kecil maupun besar tidak terlepas dari suap menyuap. Dengan kata
lain, sebagaimana diungkapkan M.Qurais Shihab bahwa masyarakat telah melahirkan
budaya yang tadinya munkar (tidak dibenarkan) dapat menjadi Ma’ruf (dikenal dan
dinilai baik) apabila berulang-ulang dilakuan banyak orang yang ma’ruf maupun
dapat menjadi munkar bila tidak lagi dilakukan orang.
D.
KORELASI / KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN
Dalam
kaitannya dengan pendidikan, seorang pendidik adalah pemimpin bagi anak
didiknya.Dan sebagai pemimpin sudah semestinya seorang pendidik menjadi contoh
dan teladan yang baik bagi para siswanya.Seorang pendidik yang bertakwa,
berakhlakul karimah, dan keberadaannya dapat memberikan pengaruh positif bagi
anak didiknya.
Uswah
Hasanah (teladan yang baik) adalah konsep yang penting dalam dunia pendidikan.
Islam memiliki uswah yang sempurna, yaitu Nabi Muhammad saw, yang juga seorang
pendidik teladan. Nabi Muhammad saw berhasil mendidik satu generasi yang luar
biasa, yang kemudian mampu mengemban amanah risalah kenabian, sehingga dalam
waktu singkat Islam telah tersebar dan diamalkan di berbagai belahan dunia.
Nabi
Muhammad adalah contoh pemimpin dan teladan mulia, teladan yang lengkap bagi
seorang muslim.Dalam bidang pendidikan, Nabi Muhammad saw telah membuktikan
dirinya sebagai pendidik yang sempurna. Beliau berhasil mendidik
manusia-manusia hebat yang terkumpul dalam satu generasi dan berhimpun dalam
masyarakat yang sangat mulia.Masyarakat Madinah bentukan Rasulullah saw adalah
masyarakat yang haus ilmu, masyarakat yang cinta pengorbanan dan masyarakat
yang rindu akan ibadah.
Selama
ini, pendidikan kita dianggap belum menghasikan manusia-manusia sebagaimana
yang diinginkan. Mengapa Bangsa Jepang yang mayoritasnya bukan muslim bisa
menghasilkan orang-orang yang berkarakter. Kejujuran sangat dihargai,kerja
keras menjadi tradisi, budaya malu untuk gagal tertanam kuat. Mengapa
kebersihan sangat dihargai di negara-negara Barat? Padahal Islam adalah agama
yang sangat menghargai kebersihan. Kemajuan bangsa Cina sering dikaitkan dengan
keberhasilan mereka dalam menerapkan proses pendidikan karakter yang mereka
terapkan secara serius.
Melihat
fenomena itu, bisa dipahami jika pemerintah dan kalangan pendidik di Indonesia
lalu menengok pada pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang
melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, kerja keras,
dsb.
Dalam
pendidikan Islam, karakter saja tidaklah cukup.Karakter sangat penting, tetapi
karakter harus disertai dengan adab. Misalnya saja karakter toleransi. Secara
umum toleransi adalah hal yang baik, tetapi seorang muslim dilarang bersikap
toleran terhadap kemusyrikan dan kemunkaran. Seorang muslim wajib menghargai
perbedaan, tetapi seorang muslim juga wajib menjalankan aktivitas “amar ma’ruf
nahi munkar”.Selain mendidik sikap toleran, maka kita juga harus mendidik
anak-anak kita dengan sikap kritis dan menentang kabatilan. Jadi, dalam
Pendidikan Islam, Pendidikan Karakter yang disertai dengan Pendidikan Adab
sangatlah penting.
Pendidikan
pada hakikatnya adalah sesuatu yang luhur karena didalamnya mengandung misi
kebaikan dan mencerdaskan. Pendidikan tidaklah sekedar proses kegiatan belajar
mengajar saja. Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia sebagai
manusia yang sadar diri dalam setiap generasi. Artinya menjadikan manusia itu
mengerti apa yang seharusnya diperbuat dan apa yang tidak, dan memahami apa
yang baik dilakukan dan yang jelek ditinggalkan, serta mengetahui yang
merupakan hak dan mana kewajiban. Pendidikan yang berhasil itu adalah
pendidikan yang sudah tidak ada KKNnya, amanah dalam bekerja, hanya Allah swt
pengawas dan penolong kita. Dan dalam dunia pendidikan itu umumnya yang terjadi
adalah korupsi waktu, yang disebabkan karena kurangnya kedisplinan dalam
mengajar. Yang namanya korupsi di dunia pendidikan itu sama haramnya dengan KKN
yang lainnya, dimana seorang pendidik itu melakukan korupsi waktu berarti
kurang disiplin, tetapi masih manusiawi dan masih dipertimbangkan selama
alasannya jelas.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a.
Dalam
pandangan Islam dan sunah Rasulullah saw dijelaskan, bahwa pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang selalu menjaga amanah yang diembankan padanya, yang
bertakwa, bertanggung jawab, dan yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ada padanya,
seperti korupsi dan kolusi.
b.
Kita wajib
ta’at dan patuh terhadap pemimpin sejauh pemimpin itu tidak memerintahkan kita
melakukan kemaksiatan.
c.
Sabar
dalam menghadapi pemimpin yang dzalim, karena itu adalah urusan pertanggung
jawabannya kepada Allah swt, tapi kita sebagai pengikutnya jangan sampai keluar
dari barisan jama’ah. Keluar dalam barisan jama’ah hanya akan menimbulkan
perpecahan dan bencana. Bahaya yang diakibatkan karena menjauhi pemimpin dan
jama’ah lebih besar daripada manfaatnya.
d.
Dalam
kaitannya dengan dunia pendidikan, seorang pendidik adalah pemimpin bagi anak
didiknya.Dan sebagai pendidik harus bisa menjadi contoh dan teladan bagi anak
didiknya.Rasulullah saw adalah contoh teladan pemimpin sekaligus pendidik terbaik
bagi umatnya.Pendidikan di Indonesia dianggap belum menghasilkan
manusia-manusia sebagaimana yang diinginkan.Melihat fenomena itu, pemerintah
dan kalangan pendidik di Indonesia menengok pada pendidikan yang berbasis
karakter. Namun dalam Pendidikan Islam, Pendidikan Karakter harus disertai
dengan Pendidikan Adab, karena Pendidikan Karakter hanya membentuk manusia
bersikap dan berbudi pekerti yang baik, tapi Pendidikan Adab adalah membentuk
manusia berakhlak baik sesuai dengan norma-norma dan syari’at Islam.
B. SARAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa Allah swt telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Kita
harus menjaga amanah ini dengan sebaik-baiknya dimana saja kita berada.
Sebagaimana Allah swt berfirman dalam QS Ali Imran:110,“Kamu adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh
kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah swt”
DAFTAR
PUSTAKA
Artikel-Artikel:
http://gontor2007.blogspot.com/2010/04/adverb-clauses.html,
akses 06 juni 2013 pkl.22.24
http://podoluhur.blogspot.com/2010/08/larangan-korupsi-kolusi.html,
akses 18 juni2013 pkl.16.20
E-book:
Hamzah,Fahri,
2012, Demokrasi-Transisi-Korupsi, Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, hal. 32-61
-Al Qur’anul Karim dan Terjemah.
-Shahih Riyadhush-Shalihin (M.
Nashiruddin Al Albani).
-Bulughul Maram (Al-Hafidz Bin
Hajar Al-Asqalani).
-Al-Lu’lu’ wal Marjan jilid 2 (M.
Fuad Abdul Baqi).
-Pendidikan Islam membentuk manusia
berkarakter dan beradab (DR. Adian Husaini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar